LAKU :: Nenek Ayam
Ada seorang
tetangga, nenek yang entah berapa usianya, pastinya sudah sangat sepuh
berdasarkan warna rambut yang sepenuhnya memutih dan derajat kebungkukan
punggungnya. Beliau ini, aku yakin, tidak pernah lagi menatap langit yang luas
atau sekedar memandang lawan bicaranya, karena bungkuk punggungnya hampir membentuk
sudut 45 derajat.
Mengais bagai Ayam |
Sekilas
mungkin kau –jika melihat si nenek- akan menyangka bahwa Tuhan telah
mengutuknya menjadi semacam unggas, karena yang dikerjakannya sehari-hari dari
pagi hingga petang hanyalah mengais-ngais tanah di halaman rumahnya, mirip
seperti ayam.
Namun bila
kau perhatikan dengan seksama, dia tidak sedang mengais bebijian atau binatang
kecil untuk dimakan layaknya ayam, melainkan membersihkan halaman rumahnya itu
dari apapun yang dirasanya kotor.
Seakan-akan
ada sejenis sensor di panca inderanya yang khusus peka terhadap segala jenis
kotoran, entah daun, rumput kering, plastik, kertas, kerikil, apapun itu. Kemudian
saraf-saraf otaknya mengomando seluruh bagian tubuh untuk mulai bersih-bersih,
serentak setelah merasakan adanya indikasi kekotoran di sekelilingnya.
Dia tidak
peduli perihal tubuhnya yang menjadi lusuh ataupun kumuh, yang penting kotoran
hilang, lingkungannya bersih. Naluriah sekali.
Aku jadi
teringat tentang suatu hal yang pernah dikisahkan guru-guru kami. Bahwa ada di
antara malaikat-malaikat Allah yang diciptakan memang khusus untuk bersujud,
maka yang ia lakukan ‘hanyalah’ sujud sepanjang masa. Ada pula yang tercipta
untuk bersalawat terhadap hamba yang saleh, maka itulah yang dilakukannya
semenjak dia dicipta hingga nanti dijemput ajalnya. Mereka, para malaikat itu,
sadar betul untuk apa mereka diciptakan, yakni beribadah, dan lebih spesifik
lagi; jenis ibadah apa yang dilakukannya.
Nah,
mungkin saja simbah ini salah satu dari mereka –para malaikat itu- yang sudah
mengalami pencerahan spiritual tingkat tinggi dan masuk ke dalam lautan
kesadaran sedalam-dalamnya tentang tugasnya hidup di dunia, dan jenis
pengabdian apa yang menjadi lakunya.
Bukankah dalam salah satu Ayat Suci Dia berfirman;
"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada-Ku."
Secara
kasat mata, apa yang dilakukan simbah ini mungkin terlihat sederhana dan tak
punya pengaruh apa-apa selain kebersihan halaman rumahnya. Individual sekali.
Namun, bila
sedikit saja kau amati, sesungguhnya simbah sudah memiliki andil yang cukup
besar dalam rangka memelihara keayeman dan kerukunan warga sekitarnya. Bukankah
halaman rumah yang bersih bisa memengaruhi setiap orang yang lewat secara
psikologis? Sesuatu yang indah, rapi, dan enak dipandang akan memberikan kesan
nyaman di hati. Sedangkan nyamannya hati berpengaruh pula terhadap tingkah laku
seseorang. Jadi, ada banyak sekali orang yang berhutang budi terhadap simbah
ini meskipun mereka tidak menyadarinya.
Berbeda
dengan orang sepertiku, misalnya, yang dengan lamisnya berkoar mengajak untuk
memberikan manfaat kepada orang lain, kepada nusa-bangsa-agama, kepada atmosfer
yang begitu luas cakupannya, tetapi malah tidak melakukan apapun secuilpun.
Memang
sudah banyak orang berda’wah (menyeru-mengajak), dan makin banyak orang
mengajak untuk mengajak (berda’wah) di Jalan-Nya, tapi sedikit sekali yang
melakukan apa yang ada di dalam isi seruan itu.
Selayaknya
kita belajar dari nenek ini tentang pengabdian vertikal maupun horisontal.
Bukankah Baginda Rasulullah pernah bersabda;
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya."
"Malaikat"? |
---
:: Krapyak;
Juli 2012 ::
No comments: